Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

Permasalahan Pendidikan Di Indonesia

Indonesia merupakan negara berkembang dengan segala hal yang perlu di benahi untuk mendapatkn hasil yang maksimal dari potensinya. Untuk dapat memaksimalkan segala potensi adalah dengan memperbaiki sumber daya manusianya. Salah satu cara meningkatkan kualitas sumberdaya manusia adalah dengan pendidikan. seperti halnya dalam sektor lain dalam negara berkembang, pendidikan juga tidak luput dari masalah dan kekurangan yang perlu dibenahi. Lalu apa saja masalah-masalah terebut?

1. Kurangnya konsen pemerintahan pada pendidikan

Kurangnya konsen pemerintah dalam pendidikan di antaranya adalah mengenai belum hadirnya pendidikan yang murah namun berkualitas. Dalam sebuah riset HSBC Global report tahun 2017 menyebutka bahwa Indonesia merupakansalah satu negara dengan biaya pendidikan yang tinggi. Indonesia hanya dapat menydiakan biaya pendidikan sampai tahap SMA sederajat dengan jargon wajib belajar 12 tahun. Dalam progrram wajib belajar 12 tahun juga belum maksimal karena masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

Selain itu fokus pemerintah terhadap kesejahteraan pengajar juga masih minim. Hal ini terlihat dari masih banyaknya guru-guru honorer dengan gaji yang minim, sehingga selain harus mengajar di kelas ia juga harus mempunyai usaha lain untuk dapat mencukupi kebutuhannya. Selain permasalahan gaji guru honorer juga tidak memiliki perlindungan yang kuat.

2. Kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas

Dalam sebuah pendidikan tenaga pendidik atau guru memegang peranan cukup penting. Dalam peraturan pemerintah guru diharapkan setidaknya mempinyai 4 kompetensi, yakni :

1) Kemampuan Pedagogik, kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, yang didalamnya meliputi (a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (b) Pemahaman terhadap peserta didik, (c) Pengembangan kurikulum/silabus, (d) Perancangan pembelajaran, (e) Pelaksanaan pendidikan yang mendidik dan dengan sistem dialog, (f) Pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran, (g) Evaluasi proses dan hasil pembelajaran, (h) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi Kepribadian, kompetensi yang berkaitan dengan tingkah laku pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai luhur sehingga terpantul dalam perilaku sehari-hari sehingga dapat menjadi uswatun hasanah bagi murid-muridnya.

3) Kompetensi Profesional, yakni kemampuan perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru harus dapat mengupdate dan menguasai materi yang disampaikan, serta dapat mengupdate kemampuan untuk selaras dengan perkembangan jaman dan ilmu pengetahuan. dan perkembangan jaman.

Baca juga : Sawah Beton , Air Mata Gunung

4) Kompetensi Sosial, merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri di lingkungan sekitar. Guru diharapkan mudah bergaul, pandai berkomunikasi dan menjadi pelopor perubahan kearah yang lebih baik untuk lingkungan sekitar. Kompetensi-kompetensi ini penting agar guru dapat mendidik dengan baik, ilmu yang disampaikan oleh guru bisa diserap secara optimal oleh peserta didik.

Pada kenyataan dilapangan tuntutan-tuntutan kompetensi semacam ini tidak serta merta dapat dipenuhi oleh tenaga pendidik. mungkin terkait dan berkesinambungan, guru honorer akan kekurangan waktu untuk belajar dan menambah wawasan-wawasan baru karena harus bekerja atau usaha lain agar kebutuhannya tercukupi. Beberapa guru yang lebih tua terkadang kesulitan dalam menyesuaikan dengan teknologi. Mungkin banyak juga tenaga pendidik yang mempunyai kompetensi-kompetensi tersebut namun belum merata. jika kompetensi-kompetensi tersebut dimiliki, maka kritik pendidikan Paulo Freire bisa diatasi.

Paulo Freire seorang filosof asal Brasil megnkritik sistem pendidikan yang 1) Guru mengajar, murid hanya belajar. 2) Guru tahu semuanya, murid tidak tau apa-apa. 3) Guru berfikir, murid dipikirkan. 4) Guru berbicara, murid sebatas mendengarkan. 5) Guru mengatur, murid menurut teratur. 6) Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti. 7) Guru bertindak, peserta didik membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru. 8) Guru memilih apa yang diajarkan, murid harus menyesuaikan diri. 9) Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya, dan mempertentangkan dengan kebebasan peseta didik. 10) Guru adalah subyek proses belajar, murid adalah objek.

3. Fasilitas pendidikan yang belum memadai

Jika kita pergi kesekolah-sekolah negeri terutama sekolah dasar jangan kaget jika mendapati bangunan-bangunan yang kurang layak terutama di daerah-daerah. peristiwa ini kadang juga menghiasi layar televisi dimana sebuah sekolah hampir roboh, atau peserta didik belajar dengan panas-panasan karena atapnya sudah runtuh. Selain bangunan fasilitas-fasilitas penunjang lain seperti buku dan informasi-informasi yang menunjang pendidikan juga masih minim, hal ini ditambah dengan minat baca msyarakat Indonesia yang relatif rendah. Serta alat dan bahan ajar yang tidak dapat dimiliki atau didapatkan oleh tenaga pendidik atau peserta didik.

4. Pendidikan hanya dibebankan di sekolah-sekolah formal

Suatu hal yang perlu diperbaiki adalah pola pemikiran masyarakat dimana pendidikan hanya tugas guru, sebatas kegiatan disekolah. Hal ini jelas keliru, karena pada dasarnya pendidikan awal dan paling banyak adalah di dalam keluarga. Di dalam Islam juga tanggung jawab pendidikan adalah berada di tangan kedua orang tuanya. Ditengah kesibukannya orangtua juga harus dapat mendidik dan mengajar anak-anaknya.

Kesimpulan

Masalah-masalah pendidikan merupakan sesuatu yang kompleks, sehingga perlu adanya sinergitas antar elemen baik pemerintah, tenaga pendidik serta masyarakat. Pendidikan juga memerlukan peningkatan kemampuan masing-masing elemen, serta agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Posting Komentar

0 Komentar