Resolusi Tahun Baru

Poto dari hariannusantara.com

Penghujung tahun 2019, iyakah? Sudah di akhir tahun lagi? Serasa baru kemarin aku mengganti tanggalan 2018 dengan tanggalan baru 2019. Sudah beranjak saja ke 2020. Hari ke hari, lembar demi lembar tanggalan, 365 hari telah dilalui. Pasti banyak hal yang telah terlewati, kecewa, marah, bahagia sabar, berjuang dan kejadian-kejadian lain telah dicicipi. Badai ataupun madu, keduanya akan menjadi pengalaman yang menguatkanmu.

Manusia yang untung, adalah manusia yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Jika masih sama, maka merugi apalagi jika lebih jelek dari tahun kemarin, rugi banget. Akhir tahun merupakan waktu yang tepat untuk melihat apakah kita termasuk orang yang untung ataupun rugi. Begitulah kiranya intisari dari salah satu hadist.

2019 yang akan kita tinggalkan ini, aku ingin selesai skripsi, minimal proposal. Kemudian aku pingin punya income, syukur-syukur mempunyai pendapatan yang tetap. Bisa membahagiakan orang tua entah bagaimanapun bentuknya. Dan ingin bisa bertemu orangtuamu, paling tidak kenalan dengan orang tuamu jika memang belum berani memintamu. Begitulah kiranya revolusi yang aku rencanakan pada tahun 2018 untuk tahun 2019. Namun, itu belum bias disebut revolusi, baru sebatas keinginan. Karna belum terjadi. Semuanya baru mendekati, dan sebagian mungkin tidak akan pernah terjadi atau bisa saja tau-tau terjadi.

Pastilah banyak factor yang mempengaruhi dalam upaya mewujudkan resolusi. Dzawin Nur dalam podcastnya dengan Wira Nagara di Youtube mengatakan, yang kurang lebih begini “Melakukan suatu hal karena orang lain, akan membuat semangat yang berlebih”. Mungkin hal ini benar, jika itu merupakan suatu rasa sayang atau cinta. Memompa semangat perjuangan menjadi berlipat. Namun ini juga ada efeksampingnya. Ketika apa yang menjadi alasan kita berbuat demikian, berubah dan tidak seperti apa yang diharapkan. Kekecewaan yang dalam juga akan muncul. Kita sebenarnya telah dianjurkan untuk tidak menaruh harapan kepada manusia, seharusnya kita menaruh harapan kepada Tuhan.

Kegagalan dan patah hati merupakan waktu yang tepat untuk berdamai dengan diri senidiri, serta waktu yang tepat untuk instropeksi. Begitulah kurang lebihnya Wira Nagara berucap dalam pocast yang sama. Suatu kegagalan pasti akan menimbulkan emosi. Tinggal kita mengelola emosi ini saja. Dan tempat yang tepat untuk mengelola emosi adalah support system, atau orang-orang yang mendukung anda. Bukan berarti kamu harus marah-marah pada teman atau keluarga kamu mengenai kegagalanmu. Namun salurkan dengan bercerita, terkadang tukar pikiran akan bisa mendapatkan sudut pandang yang lain. Namun juga perlu di waspadai, karna curhat juga bias menimbulkan masalah baru. Hi hi hi

Resolusi-resolusi ini kebanyakan bersifat ke-aku-an. Aku di tahun depan ingin jadi ini. Aku di tahun depan pingin nikah. Aku di tahun depan ingin punya mobil. Aku… aku… aku… dan aku ingin yang lainnya yang memikirkan diri sendiri. Aku ingin ini biasanya karena ingin lebih dari seseoarang, atau karena ingin mendapatkan seseorang (baca: ingin menikah dengan seseorang).

Tidaklah salah resolusi yang seperti itu. Karena memang manusia merupakan makhluk individualis. Namun perlulah pula di ingat bahwa manusia juga merupakan makhluk social. Begitulah kiranya konsepsi Manusia Pancasila, Natanegara dalam buku Pancasila Secara Ilmiah Populer. Manusia membutuhkan orang lain. Dalam agama (baca : Islam) ada perintah untuk tolong menolong dalam kebaikan. Dan pula, manusia yang benar-benar manusia adalah yang bermanfaat untuk sesama.

Cobalah dalam resolusiku dan resolusimu di tahun 2020, sisipkan satu dua resolusi yang berdampak untuk yang di sekitarmu. Siapa tau dengan begitu tuhan dan semesta akan bahu-membahu untuk mewujudkan resolusimu.

Posting Komentar

0 Komentar