Hujan datang deras sekali, ketika tepat motor masuk ke rumah. Aku masuk kamar mandi untuk membersihkan diri dan cuci muka. Kembali ingatanku berlonjak pertemuan tadi, rapat kecil untuk kegiatan sosial. Seorang teman baru yang mengingatkanku kepada seorang teman, yang dekat denganku dan dekat dengamu dulu. Selesai mencuci muka, aku masuk ke kamar. Selesaikan skripsi, dan lanjutkan perjalananmu, dalam benakku saat itu.
Laptop pinjaman dari seorang sahabat yang baik dan tidak sombong, telah banyak membantuku. Kunyalakan laptop, berharap empat lima lembar terselesaikan malam ini. Ketik hapus, ketik hapus tak ada satu kalimatpun yang bertambah dalam layar laptop. Perhatian berganti ke benda dengan layar 5.5 inch. Berita mengenai virus Novel Covid-19 dengan penyakit corona tengah mengkhawatirkan masyarakat. Baru-baru ini dia telah masuk di kota sekitar tempat tinggalku. Sedikit banyak kekhawatiran muncul, mengingat dia juga di garis depan dalam memerangi penyakit. Bukan hanya memerangi corona, namun juga dengan penyakit-penyakit lain yang menular maupun tidak menular.
Aku bernikan diri menyapa malam ini. Lockscreen aku buka, memastikan pulsa cukup dan tak habis ditengah jalan. Aku pastikan obrolan mala mini tak akan terputus, walaupun aku tak tau apakah kamu mengangkat panggilanku atau tidak, setelah jalur komunikasi telah tertutup begitu lama.
Tuuut…. Tuuut… Tuuuuuttt…
Siapa hendak turut?
Loh kok malah nyanyi?
Bukan-bukan, yang dimaksudkan adalah suara menyambungkan telefon dengan bunyi Tuuut… Tuttt. Tut….
Suara perempuan diseberang sana menjawab dengan penuh kesopanan “Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk. Cobalah …” tuuut tuut aku matikan panggilannya.
Aku kunci kembali gawai, kuputar-putar gawai. Mata memandang kemasa keemasan sebelum beberapa tahun lalu. Masa yang begitu menyengkan dan mengesankan. Masa-masa sebelum negara api menyerang. Nada dering HP berbunyi, getar HP membuatku berhenti memutarkannya.
“Assalamualaikum..”
“Wa wa waalaikumusalam..”
“Kenapa?”
Aku ceritakan kalau aku sore tadi bertemu seseorang. Dia mirip dengan teman kita dulu waktu masih remaja. Mirip bukan dari bentuk hidung mata atau bada, namun mirip dari cara ia bicara. Pertama kali aku mendengarkan cara bicaranya, aku langsung teringat denganmu.
“Kok ingat aku? Enggak Ika?” potongnya saat aku bercerita.
“Ya gimana lagi, banyak benda, tempat, moment, dan hal yang bisa menggugah memori di ingatan.” Ungkapku
“Hmm, gombal. Ini salah satu alasan kenapa kamu aku block, dan buat aku jaga jarak. Kamu dapat dengan mudah membuatku luluh.” Timpalnya.
Akupun juga heran kenapa kamu bisa melakukannya? Aku hanya bisa menebak. Kamu menunggu semuanya siap? Atau memang sudah tidak ada kepercayaan lagi? Tapi aku lebih percaya kalau kamu menunggu pemberian terbaik dari Tuhan.
“Gimana kerjaanmu? Kabarmu?”
“Hai, ga usah khawatir. Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Cuma ya dengan keadaan ini kerjaanku sedikit bertambah. Selain itu perlu kewaspadaan. Apalagi aku orang yang berada di garis depan sebagai tenaga medis.” Katanya.
Bagaimana aku tak khawatir dengamu, akmu yang berada di garis depan. Tak hanya virus yang tengah mengganas belakangan ini yang kamu hadapi, namun juga virus, virus lain yang lebih dulu mengintai dari virus novel covid ini. Kamu pasti juga tidak pulang karena kasus ini kan?
Lockdown atau isolasi sangat dibutuhkan untuk mencegah perluasan penyebaran virus. Hal ini sesuai dengan tindakan medis terbaru serta sesuai dengan anjuran agama Islam dari Rasulullah yang kurang lebih beliau bersabda “Jika anda terjebak dalam lingkungan yang terserang suatu wabah, maka jangan keluar dari lingkungan wabah itu. Dan bagi orang yang diluar, jangan datang ke lingkungan itu.” Hal ini tentu saja diharapkan untuk mengurangi penyebaran wabah tersebut.
“Ya itulah pointnya lockdown, cuma masyarakat masih banyak yang menyepelekan dan kurang mengerti pentingnya ini. Apalagi jika nanti benar-benar lockdown apakah masyarakat kita siap? Dengan ekonomi yang terhenti, bagaimana dengan masyarakat yang tidak mempunyai tabungan? Apakah pemerintah siap untuk tetap menjaga kebutuhan maysarakat terpenuhi jika mereka tidak bekerja? Situasi saat ini cukup sulit.” Dia menambahkan.
“Betul juga katamu.” Jawabku sambil berfikir kemungkinan-kemungkinan lain.
“Sudah dulu ya, besok masih harus bergulat dengan pekerjaan.” Tukasnya
“Baiklah, Maaf kalau mengganggu waktu istirahatmu. Makasih untuk waktunya. Kalau ada apa-apa kabari aku. Jaga kesehatan, jaga asupan gizimu jangan sampai ilmumu percuma. Hehe. Assalamualaikum.”
“Mas… mas… bangun. Tidur kok laptopnya masih nyala. Itu dibeliin bakso, dimakan dulu.”
Adikku membangunkanku untuk makan malam.
“Hmmm, kok ya kamu mengganggu mimpi indahku to dek?”
Ya daripada diomelin ibuk.
0 Komentar